Total Tayangan Halaman

Kamis, 01 Desember 2011

UPACARA PERNIKAHAN BANGSAWAN BUGIS

 GAMBAR PENGANTIN                    
          

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis Bone, namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan.
Kebiasan-kebiasaan tersebut masih sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun nilai-nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut. Ada dua tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan.

Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung nilai-nilai yang suci. Terdapat bagian-bagian tertentu pada rangkaian upacara tersebut yang bersifat tradisional. Dalam sebuah pantun Bugis (elong) dikatakan : Iyyana kuala sappo unganna panasae na belo kalukue. Yang artinya Kuambil sebagai pagar diri dari rumah tangga ialah kejujuran dan kesucian. Dalam kalimat tersebut terkadung arti yang sangat penting dalam menjalankan suatu perkawinan.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa dan bagaimana tahap-tahap kegiatan sebelum acara akad nikah?

2. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara sebelum akad perkawinan?

3. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada upacara setelah akad perkawinan?


 BAB II
PEMBAHASAN

 Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone yang disebut ”Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan rangkaian yang berurutan yang tidak boleh saling tukar menukar, kegiatan ini hanya dilakukan pada masyarakat Bugis Bone yang betul-betul masih memelihara adat istiadat. Pada masyarakat Bugis Bone sekarang ini masih kental dengan kegiatan tersebut, karena hal itu merupakan hal yang sewajarnya dilaksanakan karena mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna, diantaranya agar kedua mempelai dapat membina hubungan yang harmonis dan abadi, dan hubungan antar dua keluarga tidak retak Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:

1.MATTIRO (menjadi tamu)

Merupakan suatu proses dalam penyelenggaraan perkawinan. Mattiro artinya melihat dan memantau dari jauh atau Mabbaja laleng(membuka jalan). Maksudnya calon mempelai laki-laki melihat calon mempelai perempuan dengan cara bertamu dirumah calon mempelai perempuan, apabila dianggap layak, maka akan dilakukan langkah selanjutnya.

2.MAPPESSEK-PESSEK (mencari informasi)

Saat sekarang ini, tidak terlalu banyak melakukan mapessek-pessek karena mayoritas calon telah ditentukan oleh orang tua mempelai laki-laki yang sudah betul-betul dikenal. Ataupun calon mempelai perempuan telah dikenal akrab oleh calon mempelai laki-laki.

3.MAMMANUK-MANUK (mencari calon)

Biasanya orang yang datang mammanuk-manuk adalah orang yang datang mapessek-pessek supaya lebih mudah menghubungkan pembicaraan yang pertama dan kedua. Berdasarkan pembicaraan antara pammanuk-manuk dengan orang tua si perempuan, maka orang tua tersebut berjanji akan memberi tahukan kepada keluarga dari pihak laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika kemudian terjadi kesepakatan maka ditentukanlah waktu Madduta Mallino (duta resmi)

4.MADDUTA MALLINO

Mallino artinya terang-terangan mengatakan suatu yang tersembunyi. Jadi Duta Mallino adalah utusan resmi keluarga laki-laki kerumah perempuan untuk menyampaikan amanat secara terang-terangan apa yang telah dirintis sebelumnya pada waktu mappesek-pesek dan mammanuk-manuk. Pada acara ini pihak keluarga perempuan mengundang pihak keluarga terdekatnya serta orang-orang yang dianggap bisa mempertimbangkan hal lamaran pada waktu pelamaran.

Setelah rombongan To Madduta (utusan) datang, kemudian dijemput dan dipersilahkan duduk pada tempat yang telah disediakan. Dimulailah pembicaraan antara To Madduta dengan To Riaddutai, kemudian pihak perempuan pertama mengangkat bicara,lalu pihak pria menguitarakan maksud kedatangannya. Apa bila pihak perempuan menerima maka akan mengatakan ”Komakkoitu adatta, srokni tangmgaka, nakkutananga tokki” yang artinya bila demiokian tekad tuan, kembalilah tuan, pelajarilah saya dan saya pelajari tuan, atau dengan kata lain pihak perempuan menerima, maka dilanjutkan dengan pembicaraan selanjutnya yaitu Mappasiarekkeng.

5.MAPPASIAREKKENG

Mappasiarekkeng artinya mengikat dengan kuat. Biasa jua disebut dengan Mappettuada maksudnya kedua belah pihak bersama-sama mengikat janji yang kuat atas kesepakatan pembicaraan yang dirintis sebelumnya.Dalam acara ini akan dirundingkan dan diputuskan segala sesuatu yang bertalian dengan upacara perkawinan, antara lain :

a. Tanra esso (penentuan hari)

b. Balanca (Uang belanja)/ doi menre (uang naik)

c. Sompa (emas kawin) dan lain-lain.

Setelah acara peneguhan Pappettuada selesai, maka para hadirin disuguhi hidangan yang terdiri dari kue-kue adat Bugis yang pad umumnya manis-manis agar hidup calon pengantin selalu manis (senang) dikemudian hari.

UPACARA SEBELUM AKAD PERNIKAHAN

Sejak tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga sudah dalam kesibukan. Makin tinggi status sosial dari keluarga yang akan mengadakan pesta perkawinan itu lebih lama juga dalam persiapan. Untuk pelaksanan perkawinan dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruk sanak keluarga dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan menggunakan pakaian adat. Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin . biasanya tiga malam berturut-turut sebelum hari pernikahan calon pengantin Mappasau (mandi uap), calon pengantin memakai bedak hitam yang terbuat dari beras ketan yang digoreng samapai hangus yang dicampur dengan asam jawa dan jeruk nipis. Setelah acara Mappasau, calon pengantin dirias untuk upacara Mappacci atau Tudang Penni.



                                     
SINGGASANA PROSES MALAM MAPPACING (BERINAI)

Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berati bersih.
Mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun Pacci (pacar). Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni Mappacci”. Melaksanakan upacar Mappaci akad nikah berarti calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk : Mappaccing Ati (bersih hati) , Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing Pangkaukeng (bersih/baik tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih itikat).

Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun Pacci pada calon mempelai biasanya dalah orang-orang yamg punya kedudukan sosial yang baik serta punya kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang telah meletakkan daun Pacci itu ditangannya. Dahulu kala, jumlah orang yang meletakkan daun Pacci disesuaikan dengan tingkat stratifikasi calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau ”dua kasera”. Untuk golongan menengah 2 x 7 orang ”dua kapitu”, sedang untuk golongan dibawahnya lagi 1 x 9 orang atau 1 x 7 orang. Tetapi pada waktu sekarang ini tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dalam jumlah orang yang akan melakukan acara ini.



GAMBAR MALAM UPACARA ADAT MAPPACCING (BERINAI)

Setelah prosesi mappacci selesai, keesokan harinya mempelai laki-laki diantar kerumah mempelai wanita untyk melaksanakan akad nikah (kalau belum melakukan akad nikah). Karena pada masyarakat Bugis Bone kadang melaksanakan akad nikah sebelum acara perkawinan dilangsungkan yang disebut istilah Kawissoro. Kalau sudah melaksanakan Kawissoro hanya diantar untuk melaksanakan acara Mappasilukang dan Makkarawa yang dipimpin oleh Indo Botting.



GAMBAR PENYERAHAN MAHAR WAKTU AKAD NIKAH                           

Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya biadakan acara resepsi (walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu dan sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak berburuk sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.

Pada acara resepsi tersebut dikenal juga yang namanya Ana Botting, hal ini dinilai mempunyai andil sehingga merupakan sesuatu yang tidak terpisakhkan pada masyarakat bugis bone. Sebenarnya pada masyarakat Bugis Bone, ana botting tidak dikenal dalam sejarah, dalam setiap perkawinan kedua mempelai diapit oleh Balibotting dan Passepik, mereka bertugas untuk mendampingi pengantin di pelaminan.




PARA PENGAPIT ATAU DAYANG-DAYANG PENGANTIN                           

Ana Botting dalam perkawinan merupakan perilaku sosial yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan merupakan ciri khas kebudayaan orang Bugis pada umumnya dan orang Bugis pada khususnya, karena kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan dan sikap-sikap serta hasil kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat aatu kelompok penduduk tertentu.
Oleh karena itu, Ana Botting merupakan kegiatan (perilaku) manusia yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis Bone pada saat dilangsungkan perkawinan.




                                          
                                UANG LAMARAN




SESERAHAN

 seserahan dari pihak laki-laki dan perempuan biasanya 12 dulang dan dibalas oleh pihak perempuan 13 dulang.
Setelah acara pengantin dipihak perempuan selesai maka pengantin laki-laki memboyong pengantin perempuan ke rumah pengantin laki-laki secara beriring-iringan.
Biasanya diiring dengan tabuhan gendang,rebana dan sebagainya,begitu juga dirumah pihak perempuan biasanya disambut dengan acara pencak silat sebagai pembuka acara.


Acara iring-iringan pengantin perempuan diboyong kerumah pengantin laki-laki


 BAB 111
PENUTUP

a.Kesimpulan
Dalam acara perkawinan pada masyarakat Bugis Bone ada dua tahap dalam proses pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Bugis Bone yaitu, tahap sebelum dan sesudah akad perkawinan.
Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, masyarakat Bugis Bone khususnya menganggap bahwa upacara perkawinan merupakan sesuatu hal yang sangat sakral, artinya mengandung nilai-nilai yang suci.

Dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone yang disebut ”Appabottingeng ri Tana Ugi” terdiri atas beberapa tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :

1. Mattiro (menjadi tamu)

2. Mapessek-pessek (mencari informasi)

3. Mammanuk-manuk (mencari calon)

4. Madduta mallino

5. Mappasiarekkeng

b. Saran
 Adat istiadat merupakan sesuatu hal yang sangat berharga dalam suatu kelompok masyarakat, olehnya itu penulis menyarankan agar setiap masyarakat mempertahankan, menjaga dan memelihara adat istiadat tersebut agar tetap ada sampai kapanpun.

1 komentar:

  1. Bbagus magello ladde tolong dituliskan juga katabugisnya ada adanna setiap acara

    BalasHapus