Total Tayangan Halaman

Jumat, 02 Desember 2011

ROTI-ROTI DAN BANNANG-BANNANG




Kue - kue kering Pengantin Bugis Makassar sulsel

Pada setiap upacara adat perkawinan Bugis Makassar, dipersyaratkan kue tradisional yang harus ada adalah Roti – roti dan Bannang – bannang. Dua jenis kue kering tradisional (Kanrejawa Bunting / Beppa Botting) ini tidak boleh tidak ada dalam jamuan adat perkawinan Bugis. Untuk “Roti-roti” terdiri atas dua jenis, yaitu Seroq – seroq dan Ajoa, disini saya akan jelaskan keduanya, sedang “Banning-bannang” dalam Bahasa Bugis disebut juga “Nennuq-nennuq” hanya satu jenis. Tulisan ini lebih kepada upaya memahami filosofi atau arti dari kehadiran dua kue tradisional pengantin Bugis Makassar ini.

ROTI-ROTI
 
Roti-roti ini terbuat dari tepung beras pulut putih (tepung beras ketan putih), telur ayam, tepung kacunda (kanji) secukupnya, serta gula pasir untuk pengoles. Pertama-tama telur dikopyok hingga agak mengembang. Tepung beras ketan putih, dicampur dengan tepung kacunda secukupnya, lalu diaduk rata. Setelah itu tepung dimasukkan ke dalam telur yang telah dikopyok, diaduk rata, sehingga terbentuk adonan, yang siap untuk dibuat menjadi kue “roti-roti”.  Kue “roti-roti” ini terdiri dari dua macam bentuk, yaitu sebagian adonan dibuat dalam bentuk “Seroq-seroq” dan sebagian lagi dibuat dalam bentuk “Ajoa” (Bugis) atau ”Ajoka” (Makassar).

1. SEROK-SEROK
”Seroq” (Bugis) atau “Seqrok” (Makassar) artinya “timba”. Dalam bahasa Bugis, maupun dalam Bahasa Makassar, pengulangan bunyi suatu kata benda menunjukkan arti kecil. Misalnya “Bola” (Bugis) atau “Ballaq” (Makassar) artinya rumah. Bila disebut “bola-bola” atau “ballaq-ballaq” artinya rumah yang ukurannya sangat kecil. Jadi “seroq-seroq” berarti timba (berukuran) kecil.

Pada masa lalu di mana teknologi belum begitu berkembang, Orang-orang di Sulawesi Selatan khususnya di daerah pesisir, untuk mengambil air dari sumur, menggunakan timba yang terbuat dari daun nipah (Nipa fruticans). Daun nipah yang biasa digunakan atau dibuat timba ialah daunnya yang masih muda, yang masih berwarna putih. Timba, yang terbuat dari daun nipah inilah yang dibuat tiruannya dalam bentuk kue kering tradisional, dan menjadi kue khas yang disajikan dalam setiap acara pesta perkawinan adat Bugis-Makassar.

Dahulu sebelum Orang Bugis-Makassar belum mengenal yang namanya WC (water closet), biasanya Buang Air Besar (makassar : ajjambang) di tempat terbuka. Bagi pasangan pengantin baru, pagi-pagi sekali sudah bangun dan pergi buang air besar bersama-sama. Setelah selesasi buang air besar, keduanya secara bersama-sama pula pergi ke sumur untuk cebok dan mandi bersama.

Mula-mula si isteri yang cebok, dan suami yang menimba air (asse’roq) dari sumur, dan setelah selesai, barulah giliran suami yang cebok dan si isteri yang menimba air. Sehabis cebok mereka pun bergantian mandi. Sebagaimana halnya dengan cebok di atas, untuk mandi ini pun si isteri didahulukan dan suami yang menimba air, dan setelah si isteri selesai mandi, giliran suami lagi yang mandi dan si isteri yang menimba air dari sumur.
Seusai mandi, merekapun kembali ke rumah bersama-sama dan si isteri pun membantu suami mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan suami berangkat kerja. Adapun makna yang terkandung dalam kue “Seroq - seroq” dalam kue kering pesta perkawinan Adat Bugis-Makassar ialah sebagai sebagai simbol kerjasama dan saling membantu dalam meringankan beban, sebagaimana tercermin dalam kerjasama (asse’roq) di sumur seperti dijelaskan diatas. 

2. AJOA
Ajoa yang dimaksudkan disini sebenarnya ialah alat yang dipasang pada leher dua ekor kerbau atau sapi yang digunakan untuk membajak sawah atau ladang. “Ajoa” inilah yang dibuatkan tiruannya dalam bentuk kue kering, yang selalu ditampilkan dalam setiap acara atau pesta perkawinan adat Bugis-Makassar. Berbeda dengan “Seroq - seroq”, Roti-roti bentuk Ajoa ini biasanya tidak disebut sesuai dengan bentuknya “Ajoa”, melainkan disebut saja dengan “Roti - roti”.

Kerbau atau sapi, yang telah dipasangkan pada lehernya dengan “Ajoa”, maka keduanya akan berjalan seiring, bila yang satu berjalan lurus maka yang lain juga berjalan lurus, yang satu ke kiri, maka yang lain juga ke kiri, yang satu ke kanan, yang lain juga ke kanan, dan bila yang satu berhenti, maka yang lain pun berhenti. Kue kering Roti - roti berbentuk “Ajoa” ini mengandung makna “samaturuq”, seia sekata, saling akur, jangan ada yang maunya ke kiri yang lain mau ke kanan, yang lain menghendaki putih yang lain menghendaki merah, tidak ada kecocokan dalam rumah tangga, sehingga selalu terjadi pertengkaran yang dapat berakibat terjadinya perceraian. Idealnya sepasang suami isteri terikat dalam ikatan “Ajoa” perkawinan, yang harus “samaturuq”, seia sekata dan saling mengingatkan (sipakainge’) dalam setiap perencanaan dan penyelesaian kehidupan rumah tangga.

NENNUQ-NENNUQ / BANNANG-BANNANG

Kue “Nennuq-nennuq” (Bugis) atau “Bannang-bannang” (Makassar) terbuat dari tepung beras dan gula merah. Bentuknya menyerupai benang yang saling kait berkait seperti benang kusut. Rasanya gurih dan agak manis. Nennuq - nennuq atau Banning - bannang ini merupakan simbol dari benang kusut sebagai satu kesatuan yang saling kait – mengait dan mustahil untuk diuraikan. Makna yang terkandung dalam Nennuq - nennuq atau Bannang - bannang ini adalah sebagai simbol kesatuan dalam ikatan yang satu sama lain saling kait-mengait sehingga tak dapat lagi dipisahkan. Makna ini memberikan pesan kepada pasangan suami-isteri agar saling kait mengait (saling membutuhkan dan bekerjasama) dan hanya maut yang dapat memisahkan mereka.

Demikianlah penjelasan filosofis dari Roti – roti (Seroq – seroq dan Ajoa) dan Bannang – bannang (Nennuq – nennuq). Selain dari kedua jenis kue kering tradisional tersebut, juga masih banyak kue kering tradisional lainnya yang sering ditampilkan dalam pesta perkawinan adat Bugis Makassar, semisal Baruasa, ataupun Kue - kue basah tradisional, semisal Dokoq - dokoq cangkuning, Cucuru Bayao, Sirikaya, Onde-onde (Umba - umba), Cucuru teqne, Bayao nibaluq, Biji nangka, Putri Ijo, Songkoloq Palopoq, Barongko’, dan lain sebagainya.jadi tradisi ini pasti akan diadakan setiap acara kebesaran (acara pengantinan). Semoga hal tersebut bisa dijelaskan pada kesempatan mendatang. Tabe’ Mariki di’.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar